Recent Blog post

Archive for Februari 2017

 1. Pengertian al-Asmā’u al-¦usnā

Al-Asmā’u al-¦usnā terdiri atas dua kata, yaitu asmā yang berarti namanama, dan ¥usna yang berarti baik atau indah. Jadi, al-Asmā’u al-¦usnā dapat diartikan sebagai nama-nama yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya. Kata al-Asmā’u al-¦usnā diambil dari ayat al-Qur’ān Q.S. °āhā/20:8. yang artinya, “Allah Swt. tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia memiliki al-Asmā’u al-¦usnā (nama-nama baik)“.
2. Dalil tentang al-Asmā’u al-¦usnā a.
Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-A’rāf/7:180



Artinya: “Dan Allah Swt. memiliki asmā’ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan (menyebut) nama-nama-Nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam (menyebut) namanama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. al A’rāf/7:180)
Dalam ayat lain dijelaskan bahwa al-Asmā’u al-¦usnā merupakan amalan yang bermanfaat dan mempunyai nilai yang tak terhingga tingginya. Berdoa dengan menyebut al-Asmā’u al-¦usnā sangat dianjurkan menurut ayat tersebut.
b. Hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari



Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang menghafalkannya, maka ia akan masuk surga”. (H.R. Bukhari)

  Al-Kar³m

Secara bahasa, al-Kar³m mempunyai arti Yang Mahamulia, Yang Maha Dermawan atau Yang Maha Pemurah. Secara istilah, al-Kar³m diartikan bahwa Allah Swt. Yang Mahamulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau rezeki kepada semua makhlukNya. Dapat pula dimaknai sebagai Zat yang sangat banyak memiliki kebaikan, Maha Pemurah, Pemberi Nikmat dan keutamaan, baik ketika diminta maupun tidak. Hal tersebut sesuai dengan firman Perhatikan firman Allah Swt. berikut!

Artinya: “Hai manusia apakah yang telah memperdayakanmu terhadap Tuhan Yang Maha Pemurah?” (Q.S. al-Infi¯ār:6)                    

Al-Mu’m³n 

                       secara bahasa berasal dari kata amina yang berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman. Allah Swt. al-Mu’m³n  artinya Dia Maha Pemberi rasa aman kepada semua makhluk-Nya, terutama kepada manusia. Dengan begitu, hati manusia menjadi tenang. Kehidupan ini penuh dengan berbagai permasalahan, tantangan, dan cobaan. Jika bukan karena Allah Swt. yang memberikan rasa aman dalam hati, niscaya kita akan senantiasa gelisah, takut, dan cemas. 
Perhatikan firman Allah Swt. berikut!

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.” 
(Q.S. al-An’ām/6:82)
Al-Wak³l

 Kata “al-Wak³l” mengandung arti Maha Mewakili atau Pemelihara. Al-Wak³l (Yang Maha Mewakili atau Pemelihara), yaitu Allah Swt. yang memelihara dan mengurusi segala kebutuhan makhluk-Nya, baik itu dalam urusan dunia maupun urusan akhirat. Dia menyelesaikan segala sesuatu yang diserahkan hambanya tanpa membiarkan apa pun terbengkalai. Firman-Nya dalam alQur’ān:


Artinya: “Allah Swt. pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu.” (Q.S. az-Zumar/39:62)
Al-Mat³n

 artinya Mahakukuh. Allah Swt. adalah Maha sempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifat-Nya. Allah Swt. juga Mahakukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya. Oleh karena itu, sifat al-Matin adalah kehebatan perbuatan yang sangat kokoh dari kekuatan yang tidak ada taranya. Dengan begitu, kekukuhan Allah Swt. yang memiliki rahmat dan azab terbukti ketika Allah Swt. memberikan rahmat kepada hambahamba-Nya. Tidak ada apa pun yang dapat menghalangi rahmat ini untuk tiba kepada sasarannya. Demikian juga tidak ada kekuatan yang dapat mencegah pembalasan-Nya. 
Seseorang yang menemukan kekuatan dan kekukuhan Allah Swt. akan membuatnya menjadi manusia yang tawakkal, memiliki kepercayaan dalam jiwanya dan tidak merasa rendah di hadapan manusia lain. Ia akan selalu merasa rendah di hadapan Allah Swt. Hanya Allah Swt. yang Maha Menilai.  Oleh karena itu, Allah Swt. melarang manusia bersikap atau merasa lebih dari saudaranya. Karena hanya Allah Swt. yang Maha Mengetahui baik buruknya seorang hamba. Allah Swt. juga menganjurkan manusia bersabar. Karena Allah Swt. Mahatahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Kekuatan dan kekukuhan-Nya tidak terhingga dan tidak terbayangkan oleh manusia yang lemah dan tidak memiliki daya upaya. Jadi, karena kekukuhan-Nya, Allah Swt. tidak terkalahkan dan tidak tergoyahkan. Siapakah yang paling kuat dan kukuh selain Allah Swt? Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menundukkan Allah Swt. meskipun seluruh makhluk di bumi ini bekerja sama. Allah Swt. berfirman:
Artinya:  “Sungguh Allah Swt., Dialah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.”  (Q.S. aż-Żāriyāt/51:58)


 Al-Jāmi’ 

secara bahasa artinya Yang Maha Mengumpulkan/Menghimpun, yaitu bahwa Allah Swt. Maha Mengumpulkan/Menghimpun segala sesuatu yang tersebar atau terserak. Allah Swt. Maha Mengumpulkan apa yang dikehendaki-Nya dan di mana pun Allah Swt. berkehendak.  
Penghimpunan ini ada berbagai macam bentuknya, di antaranya adalah mengumpulkan seluruh makhluk yang beraneka ragam, termasuk manusia dan lain-lainnya, di permukaan bumi ini dan kemudian mengumpulkan mereka di padang mahsyar pada hari kiamat. Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya”. Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyalahi janji.”(Q.S. Ali Imrān/3:9). 
Al-‘Adl 
  artinya Mahaadil. Keadilan Allah Swt. bersifat mutlak, tidak dipengaruhi oleh apa pun dan oleh siapa pun.  Keadilan Allah Swt. juga didasari dengan ilmu Allah Swt. yang MahaLuas. Sehingga tidak mungkin keputusanNya itu salah.  Allah Swt. berfirman: 


Artinya : “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al-Qur’ān, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimatNya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. alAn’ām/6:115). 

Al-Ākhir

 artinya Yang Mahaakhir yang tidak ada sesuatu pun setelah Allah Swt. Dia Mahakekal tatkala semua makhluk hancur, Mahakekal dengan kekekalan-Nya. Adapun kekekalan makhluk-Nya adalah kekekalan yang terbatas, seperti halnya kekekalan surga, neraka, dan apa yang ada di dalamnya. Surga adalah makhluk yang Allah Swt. ciptakan dengan ketentuan, kehendak, dan perintah-Nya. Nama ini disebutkan di dalam firman-Nya:


Artinya: “Dialah Yang Awal dan Akhir Yang ¨ahir dan Yang Batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu “. (Q.S. al-¦ad³d/57:3).

sumber : bukupendidikanagamaislamklssepuluh


Asma'ul Husna

By : FOSKI
Minggu, 26 Februari 2017
0


A.  Pentingnya Perilaku Jujur 

Jujur memiliki  arti  kesesuaian antara apa yang diucapkan atau diperbuat dengan kenyataan yang ada.  Jadi, kalau suatu berita  sesuai dengan keadaan yang  ada,  dikatakan  benar/jujur, tetapi  kalau  tidak,  dikatakan  dusta.  Allah  Swt. memerintahkan  kepada  kita  untuk  berlaku  benar  baik  dalam  perbuatan  maupun ucapan,sebagaimana firman-Nya dalam Q.S.  at-Taubah/9: 119
Artinya:  “Wahai  orang-orang yang  beriman! Bertakwalah  kepada  Allah,  dan bersamalah  kamu  dengan  orang-orang  yang  benar.”  (Q.S.  at-Taubah/9: 119) 

Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan. Kejujuran  merupakan  sifat  seorang yang beriman,  sedangkan lawannya,  dusta, merupakan sifat orang yang munafik.Ciri-ciri orang munafik adalah dusta,ingkar janji, dan khianat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut ini: 
Ibnul  Qayyim  berkata,  dasar  iman  adalah  kejujuran  (kebenaran),  sedangkan dasar nifaq  adalah  kebohongan  atau  kedustaan.  Tidak  akan pernah  bertemu  antara kedustaan dan keimanan  melainkan  akan saling bertentangan  satu sama lain. Allah Swt. menegaskan bahwa tidak  ada yang bermanfaat  bagi seorang hamba  dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya). 

B.  Keutamaan Perilaku Jujur


Kejujuran merupakan akhlak  mulia  yang  akan  mengarahkan  pemiliknya  kepada  kebajikan,  sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw., 
Pemilik  kejujuran  memiliki  kedudukan  yang  tinggi di  dunia  dan  akhirat.  
Dengan  kejujurannya,  seorang  hamba  akan  mencapai  derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan. 
Orang yang jujur akan dipermudah rezeki  dan segala urusannya. 
Kejujuran berbuah kepercayaan.  
Jujur membuat hati  kita  tenang, sedangkan berbohong membat  hati  jadi  was-was. 

C.  Macam-Macam Kejujuran

Menurut tempatnya,  jujur  itu  ada  beberapa  macam,  yaitu  
1.  Jujur dalam niat dan kehendak,  yaitu  motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam  rangka menaati  perintah  Allah Swt. dan  ingin  mencapai  riḍaNya.  Jujur  sesungguhnya berbeda dengan pura-pura jujur. Orang  yang  pura-pura jujur berarti tidak  ikhlas dalam berbuat.
2.  Jujur dalam  ucapan,  yaitu memberitakan  sesuatu sesuai dengan realitas  yang terjadi, kecuali  untuk kemaslahatan yang dibenarkan dengan ikhlas oleh  syari’at  seperti  dalam  kondisi  perang,  mendamaikan  dua  orang  yang bersengketa,  dan semisalnya.  Setiap  hamba  berkewajiban  menjaga  lisannya, yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan. 
3.  Jujur  dalam  perbuatan,  yaitu  seimbang  antara  lahiriah dan  batiniah  hingga tidaklah  berbeda  antara  amal  lahir  dan  amal  batin.  Jujur  dalam  perbuatan  ini jugaberartimelaksanakansuatupekerjaansesuaidenganyangdiriḍaiAllah Swt. dan melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas. Merealisasikan kejujuran, baik jujur dalam hati, jujur dalam perkataan,    maupun jujur  dalam  perbuatan  membutuhkan  kesungguhan.  Adakalanya  kehendak  untuk jujur itu lemah, adakalanya pula menjadi kuat.

D.  Petaka Kebohongan 

Kebohongan akan menghantarkan pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Ketika  seseorang sudah berani  menutupi  kebenaran,  bahkan  menyelewengkan kebenaran  untuk  tujuan  jahat,  ia  telah  melakukan  kebohongan.  Kebohongan  yang dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang dikhianatinya itu.

E.  Hikmah Perilaku Jujur



Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari  perilaku jujur, antara lain sebagai berikut. 
1.  Perasaan  enak dan  hati  tenang,  jujur  akan membuat  kita menjadi  tenang, tidak takut akan  diketahui  kebohongannya  karena memang tidak berbohong. 
2.  Mendapatkan kemudahan  dalam hidupnya. 
3.  Selamat dari azab dan bahaya. 
4.  Dijamin masuk surga. 
5. Dicintai oleh Allah Swt. dan rasul-Nya.

Perilaku  jujur  bisa diterapkan  dalam  berbagai  hal  dalam  kehidupan  sehari-hari, baik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat di mana kita tinggal. Berikut ini cara menerapkan perilaku jujur. 
1.  Di sekolah,  kita bisa meluruskan niat untuk menuntut ilmu, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan  oleh ibu bapak guru, tidak  menyontek  pekerjaan teman,  melaksanakan  piket  sesuai  jadwal,  menaati  peraturan  yang berlaku di sekolah,  berbicara  secara  benar  baik  kepada  guru, teman  ataupun  orangorang yang ada di lingkungan sekolah. 
2.  Di rumah, kita  bisa meluruskan niat  untuk berbakti  kepada  orang tua, memberitakan  hal yang benar. Contohnya saat meminta  uang untuk kebutuhan  suatu hal,  tidak  menutup-nutupi  suatu masalah  pada  orang  tua, tidak melebih-lebihkan sesuatu hanya untuk membuat orang tua senang. 
3.  Di masyarakat, kita bisa melakukan kejujuran dengan niat untuk membangun lingkungan yang baik, tenang, dan tenteram,  tidak mengarang cerita  yang membuat  suasana di lingkungan tidak kondusif, tidak membuat  gosip. Ketika  diberi  kepercayaan  untuk melakukan  sesuatu yang diamanahkan, harus dipenuhi dengan sungguh-sungguh, dan lain sebagainya.

sumber : http://naningnine.blogspot.co.id/2015/12/materi-pai-kelas-xi-semester1-bab-1-4.html

HIDUP NYAMAN DENGAN PERILAKU JUJUR

By : FOSKI
Jumat, 24 Februari 2017
0


A.  Pengertian Khutbah,  Tablig, dan Dakwah 

Makna  khutbah,  tablig, dan  dakwah  hampir  sama,  yaitu  menyampaikan  pesan kepada  orang lain.  Secara  etimologi  (lugawi/bahasa),  makna  ketiganya  dapat diuraikan sebagai berikut. 

1.  Khutbah 


 Khutbah berasal  dari  kata:


bermakna   memberi nasihat  dalam  kegiatan  ibadah  seperti;  ṡalat  (ṡalat  Jumat,  Idul  Fitri,  Idul  Adha, Istisqo, Kusuf),  wukuf, dan nikah. Menurut istilah,  khutbah berarti kegiatan ceramah kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentu yang berkaitan  langsung  dengan  keabsahan  atau  kesunahan  ibadah.  Misalnya khutbah  Jumat  untuk  ṡalat  Jum’at,  khutbah  nikah  untuk  kesunahan  akad  nikah. Khutbah diawali dengan hamdallah, salawat, wasiat taqwa, dan doa. 

2.  Tabligh 


berasal   dari  kata:
yang berarti menyampaikan, memberitahukan  dengan  lisan.  Menurut istilah,  tablig  adalah  kegiatan menyampaikan  ‘pesan’  Allah  Swt. secara  lisan  kepada  satu orang Islam atau  lebih  untuk  diketahui  dan  diamalkan  isinya.  Misalnya,  Rasulullah  saw. memerintahkan  kepada  sahabat  yang  datang  di  majlisnya  untuk  menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak hadir. Dalam  pelaksanaan  tablig, seorang mubaligh  (yang menyampaikan  tablig) biasanya menyampaikan  tablig-nya dengan gaya dan retorika yang menarik. Ada  pula  sekarang  istilah  tabl³g  akbar,  yaitu  kegiatan  menyampaikan  “pesan” Allah  Swt. dalam jumlah pendengar yang cukup banyak. 

3.  Dakwah 


berasal  dari  kata:   
  yang berarti  memanggil, menyeru, mengajak  pada sesuatu hal. Menurut istilah,  dakwah  adalah  kegiatan mengajak  orang lain,  seseorang atau lebih  ke jalan  Allah  Swt. secara  lisan atau  perbuatan.  Di sini dikenal adanya da’wah  billisān  dan  da’wah  bilhāl. Kegiatan  bukan hanya  ceramah,  tetapi juga aksi sosial yang nyata. Misalnya, santunan  anak yatim,  sumbangan untuk membangun fasilitas  umum, dan lain sebagainya.


B.  Pentingnya Khutbah,  Tablig, dan Dakwah 

1.  Pentingnya Khutbah
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa khutbah masuk pada aktivitas  ibadah.  Maka, khutbah tidak mungkin bisa ditinggalkan karena akan membatalkan  rangkaian aktivitas  ibadah.  Contoh,  apabila ṡalat  Jumat  tidak  ada  khutbahnya, ṡalat  Jumat tidak  sah.  Apabila wukuf di  Arafah tidak  ada  khutbahnya, wukufnya tidak sah. Sesungguhnya, khutbah  merupakan  kesempatan  yang sangat  besar untuk berdakwah  dan membimbing  manusia  menuju  ke-riḍa-an  Allah  Swt. Hal  ini jika khutbah dimanfaatkan  sebaik-baiknya, dengan menyampaikan  materi yang dibutuhkan oleh hadirin  menyangkut masalah  kehidupannya,  dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan. Khutbah memiliki  kedudukan yang agung dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan  tugasnya dengan sebaik-baiknya. Seorang  khathib  harus memahami  aqidah  yang  ṡaḥ³hah  (benar)  sehingga  dia tidak  sesat  dan  menyesatkan  orang  lain.  Seorang  khatib  seharusnya  memahami fiqih sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang  lurus. Seorang  khatib  harus memperhatikan  keadaan  masyarakat,  kemudian mengingatkan  mereka dari penyimpangan-penyimpangan  dan mendorong kepada ketaatan.  Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang  ṡālih, mengamalkan ilmunya,  tidak  melanggar  larangan sehingga  akan  memberikan  pengaruh  kebaikan kepada para pendengar. 

2.  Pentingnya  Tablig 
Salah  satu  sifat  wajib  bagi  rasul  adalah  tablig,  yakni  menyampaikan  wahyu  dari Allah  Swt. kepada  umatnya.  Semasa  Nabi  Muhammad  saw.  masih  hidup,  seluruh waktunya  dihabiskan  untuk  menyampaikan  wahyu kepada  umatnya.  Setelah Rasulullah  saw. wafat,  kebiasaan  ini dilanjutkan  oleh  para sahabatnya,  para tabi’in (pengikutnya sahabat), dan tabi’it-tabi’in (pengikut pengikutnya sahabat). Setelah  mereka  semuanya  tiada, siapakah  yang akan meneruskan  kebiasaan menyampaikan  ajaran  Islam  kepada  orang-orang  sesudahnya?  Kita  sebagai  siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.
Banyak  yang  menyangka  bahwa tugas  tablig  hanyalah  tugas  alim ulama saja. Hal itu tidak benar. Setiap orang  yang  mengetahui  kemungkaran yang terjadi  di hadapannya,  ia wajib mencegahnya  atau menghentikannya, baik dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut). 
Seseorang tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu. Siapa pun yang melihat  kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia  mampu  menghentikannya,  ia  wajib  menghentikannya.  Bagi  yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya  kepada yang lain, siapa pun mereka.

3.  Pentingnya Dakwah
Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada  yang menyebut  berdakwah itu hukumnya  farḍu  kifayah  (kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan farḍu  ain. Meski begitu,  Rasulullah saw. tetap  selalu  mengajarkan agar seorang muslim  selalu  menyeru pada jalan  kebaikan  dengan  cara-cara  yang baik. 
Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan  dan kesejahteraan  hidup di dunia dan di akhirat dan mendapat  riḍa  dari  Allah Swt. Nabi Muhammad  saw. mencontohkan  dakwah kepada  umatnya  dengan  berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. 
Rasulullah saw. memulai  dakwahnya kepada istri, keluarga, dan temanteman karibnya  hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah  Kaisar Heraklius dari Byzantium,  Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja  Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).  Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat. 

C.  Ketentuan Khutbah,  Tablig, dan Dakwah 

1.  Ketentuan Khutbah 

a.  Syarat khatib 
1)  Islam 
2)  Ballig 
3)  Berakal sehat 
4)  Mengetahui  ilmu agama 

b.  Syarat dua khutbah 
1)  Khutbah dilaksanakan sesudah masuk waktu dhuhur 
2)  Khatib duduk di antara dua khutbah
3)  Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas
4)  Tertib 

c.  Rukun khutbah 
1)  Membaca hamdallah 
2)  Membaca syahadatain 
3)  Membaca shalawat 
4)  Berwasiat taqwa 
5)  Membaca ayat  al-Qur’ān  pada salah satu khutbah  
6)  Berdoa pada khutbah kedua 

d.  Sunah khutbah 
1)  Khatib berdiri ketika khutbah 
2)  Mengawali  khutbah dengan memberi salam 
3)  Khutbah hendaknya jelas,  mudah dipahami, tidak terlalu panjang 
4)  Khatib menghadap jamaah  ketika khutbah 
5)  Menertibkan rukun khutbah
6)  Membaca surat  al-Ikhlās  ketika duduk di antara dua khutbah 

Keterangan: 
a.  Pada prinsipnya ketentuan  dan tata  cara khutbah, baik  ṡalat  Jumat, Idul Fitri,  Idul Adha,  ṡalat  khusuf, dan  ṡalat  khusuf  sama. Perbedaannya terletak pada  waktu  pelaksanaannya,  yaitu  dilaksanakan  setelah  ṡalat  dan  diawali dengan takbir.
b.  Khutbah wukuf adalah  khutbah yang dilaksanakan  pada saat wukuf di Arafah. Khutbah wukuf salah satu rukun wukuf setelah melaksanakan  ṡalat zuhur dan ashar di-qaṡar. Khutbah wukuf hampir  sama dengan  khutbah Jumat. Perbedaannya  terletak  pada waktu pelaksanaan,  yakni dilaksanakan ketika wukuf di  Arafah. 

2.  Ketentuan  Tablig 

a.  Syarat  muballig
1)  Islam, 
2)  Ballig, 
3)  Berakal, 
4)  Mendalami  ajaran Islam. 

b.  Etika dalam menyampaikan  tabligh 
1)    Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak. 
2)  Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. 
3)  Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.
4)    Materi  dakwah yang disampaikan harus mempunyai  dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya. 
5)    Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar, sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para pendengarnya atau penerimanya. 
6)  Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang lain. 

3.  Ketentuan Dakwah

Orang yang melaksanakan  dakwah disebut da’i. Ada  dua  cara  berdakwah,  yaitu  dengan  lisan  (da’wah  billisān)  dan  dengan perbuatan (da’wah  bilhāl).

a. Syarat da’i 
1)  Islam, 
2)  Ballig, 
3)  Berakal, 
4)  Mendalami  ajaran Islam.

b.  Etika dalam berdakwah
1)  Dakwah dilaksanakan dengan hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan sikap yang bijaksana. 
2)  Dakwah dilakukan  dengan  mauiẓatul  hasanah  atau  nasihat  yang  baik, yaitu  cara  persuasif (tanpa  kekerasan)  dan  edukatif  (memberikan pengajaran). 
3)  Dakwah dilaksanakan  dengan memberi  contoh yang baik (uswatun hasanah). 
4)  Dakwah dilakukan dengan  mujādalah, yaitu  diskusi atau tukar pikiran yang berjalan secara dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain. 


Kita sebagai  umat  Islam  harus bisa mengaplikasikan  nilai-nilai  khutbah,  tablig, dan dakwah di mana saja berada. Cara untuk mewujudkan perilaku-perilaku tersebut antara lain sebagai berikut. 
1.  Ketika  melaksanakan  ṡalat  Jumat,  hendaklah  mengamati  dan  menyimak khutbah yang disampaikan  khātib. Bagaimana  etikanya,  bacaan-bacaan yang  dibacanya,  serta  urutannya.  Dengan  memperhatikan khatib  secara utuh diharapkan suatu saat nanti bisa tampil  sebagai khatib pada waktu ṡalat  Jumat. 
2.  Ketika melihat kemungkaran di sekitar kita (contohnya pacaran, mencuri, tawuran,  menyontek,  dan lain  sebagainya),  kita  harus mencegahnya  dengan memberikan  alasan yang logis, baik  atas dasar agama  maupun  sosial dan yang lainnya. Cara mencegahnya  dengan tangan (kekuasaan), apabila  tidak mampu, dengan lisan; apabila  tidak mampu cukup dalam  hati saja bahwa kita tidak ikut berbuat yang dilarang.
3.  Ketika  melihat  sesuatu yang baik (baik menurut agama  maupun masyarakat),  mencontohlah.  Dimulai  dari  diri  sendiri,  dari  yang terkecil, dan dari sekarang.  Tidak boleh ditunda-tunda. 
4.  Melibatkan  diri secara  aktif pada kegiatan-kegiatan  keagamaan  seperti: peringatan  hari besar Islam  (Maūlid  Nabi Muhammad  saw.,  Isrā’  Mi’rāj, Nuzulul  Qur’ān, dan  lain-lain)  baik  di  lingkungan  sekolah  maupun masyarakat. 
5.  Memprakarsai kegiatan  dakwah Islam  di sekolah,  remaja  masjid,  karang taruna, dakwah kampus, dan lain sebagainya.
\
Dalam berdakwah minimal ada dua cara, yaitu dakwah dengan lisan (da’wah billisān) dan dakwah dengan perbuatan (da’wah bilhāl). Dakwah billisan  artinya dakwah yang dilakukan dengan berkata-kata, ceramah,  tabl³g  akbar, dan sebagainya. Dakwah bilhal  artinya dakwah yang dilakukan dengan berbuat, seperti menyantuni  fakir miskin, yatim piatu,  menyumbang  untuk fasilitas  sosial, dan sebagainya.

sumber :
Resume Buku PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI Kelas XI

SAMPAIKAN DARIKU WALAU SATU AYAT

By : FOSKI 0


peta konsep

A.  Pentingnya Mengimani Kitab-Kitab  Allah Swt. 

Iman kepada  kitab  Allah Swt. artinya  meyakini  sepenuh hati  bahwa Allah Swt. telah menurunkan kitab kepada nabi atau rasul yang berisi wahyu untuk disampaikan  kepada seluruh umat  manusia. Di dalam al-Qur’ān  disebutkan bahwa ada 4 kitab  Allah  Swt. yang  diturunkan kepada  para  nabi-Nya,  yaitu; 
  • Taurāt diturunkan  kepada Nabi Musa as., 
  • Zabūr  kepada  Nabi  Daud as.,  
  • Injil kepada  Nabi  Isa as., dan  
  • al-Qur’ān kepada Nabi Muhammad saw. 
Firman  Allah  Swt dalam QS. Al-Maidah/5:48 :


Kitab-kitab  yang  dimaksud  pada ayat di atas adalah  kitab yang berisi peraturan,  ketentuan,  perintah, dan larangan  yang dijadikan  pedoman bagi umat  manusia. Semua kitab  tersebut berisi ajaran pokok yang sama, yaitu ajaran meng-esa-kan Allah  (tauhid). 

B.  Pengertian Kitab dan  Ṡuḥuf 

Kitab merupakan  wahyu  Allah  Swt. yang disampaikan  kepada  para rasul  untuk  disampaikan  kepada  manusia  sebagai  petunjuk  dan  pedoman  hidup. Perbedaan antara kitab dan  ṡuḥuf  bisa dilihat pada tabel berikut. 

Di dalam  al-Qur’ān  disebutkan adanya  ṡuḥuf  yang dimiliki Nabi Musa as. dan Nabi Ibrahimas.Perhatikan firman Allah Swt. berikut ini: 

C.  Kitab-Kitab  Allah Swt. dan Para Penerimanya

1.  Kitab Taurāt  
Kata  taurat  berasal  dari  bahasa Ibrani  (thora:  instruksi).  Kitab  Taurāt  adalah salah satu kitab  suci yang diwahyukan  Allah Swt. kepada  Nabi Musa as. untuk menjadi  petunjuk dan  bimbingan  baginya  dan  bagi  Bani  Israil.  Firman  Allah  Swt: 

Taurāt  merupakan  salah satu dari tiga komponen (Thora,  Nabin, dan  Khetubin) yang terdapat  dalam  kitab suci agama  Yahudi yang disebut  Biblia  (al-Kitab), yang belakangan  oleh orang-orang  Kristen  disebut  Old  Testament (Perjanjian Lama). Isi pokok Kitab  Taurāt  dikenal  dengan Sepuluh Hukum  (Ten Commandements) atau Sepuluh  Firman  yang  diterima  Nabi  Musa as. di atas Bukit  Tursina (Gunung Sinai). Sepuluh Hukum tersebut  berisi  asas-asas keyakinan (akidah) dan asas-asas kebaktian (syar³'ah), seperti berikut.
1.  Hormati dan cintai  Allah satu saja, 
2.  Sebutkan nama  Allah dengan hormat, 
3.  Kuduskan hari  Tuhan (hari ke-7 atau hari Sabtu), 
4.  Hormati ibu bapakmu, 
5.  Jangan membunuh, 
6.  Jangan berbuat cabul, 
7.  Jangan mencuri, 
8.  Jangan berdusta, 
9.  Jangan ingin berbuat cabul, 
10. Jangan ingin memiliki barang orang lain dengan cara yang tidak halal.

2.   Kitab Zabūr
Kata  zabur  (bentuk jamaknya  zubūr) berasal dari  zabara-yazburu-zabr  yang berarti  menulis. Makna aslinya adalah  kitab  yang tertulis.  Zabūr dalam  bahasa  Arab dikenal dengan sebutan mazmūr  (jamaknya  mazāmir),  dan dalam  bahasa Ibrani disebut  mizmar, yaitu nyanyian rohani yang  dianggap  suci.  Sebagian  ulama  menyebutnya Mazmūr,  yaitu  salah  satu  kitab  suci  yang  diturunkan sebelum  al-Qur’ān  (selain  Taurāt   dan  Injil  ). Dalam bahasa Ibrani, istilah  zabur  berasal dari kata  zimra, yang berarti “lagu atau musik”, zamir  (lagu)  dan  mizmor  (mazmur),  merupakan pengembangan  dari  kata  zamar,  artinya  “nyanyi, nyanyian  pujian”.  Zabūr  adalah  kitab  suci yang diturunkan  Allah Swt. kepada  kaum  Bani  Israil  melalui  utusannya yang bernama Nabi Daud as. Ayat yang menegaskan keberadaan Kitab Zabūr antara lain: 

Kitab  Zabūr  berisi kumpulan ayat-ayat  yang dianggap suci.  Ada 150 surah  dalam  Kitab  Zabūr  yang  tidak  mengandung  hukum-hukum,  tetapi  hanya  berisi nasihat-nasihat, hikmah, pujian, dan sanjungan kepada  Allah Swt. Secara  garis  besar,  nyanyian  rohani  yang  disenandungkan  oleh  Nabi  Daud  as. dalam Kitab  Zabūr  terdiri atas lima macam: 
1.  nyanyian untuk memuji  Tuhan (liturgi), 
2.  nyanyian perorangan sebagai ucapan syukur, 
3.  ratapan-ratapan jamaah, 
4.  ratapan dan doa individu, dan 
5.  nyanyian untuk raja.

Nyanyian pujian dalam Kitab  Zabūr  (Mazmur: 146) antara lain: 
1.  Besarkanlah olehmu akan  Tuhan hai jiwaku,  pujilah  Tuhan. 
2. Maka aku akan memuji Tuhan. seumur hidupku, dan aku akan nyanyi pujian-pujian kepada  Tuhanku selama aku ada. 
3.  Janganlah  kamu percaya  pada raja-raja  atau  anak-anak  Adam yang tiada mempunyai pertolongan. 
4.  Maka putuslah nyawanya dan kembalilah  ia  kepada  tanah  asalnya  dan pada hari itu hilanglah segala daya upayanya. 
5.  Maka berbahagialah  orang yang memperoleh  Ya’qub sebagai penolongnya dan yang menaruh harap kepada  Tuhan. 
6.  Yang menjadikan  langit, bumi dan laut serta segala isinya, dan yang menaruh setia sampai selamanya. 
7.  Yang membela  orang yang teraniaya  dan yang memberi  makan  orang yang lapar. Bahwa Tuhan membuka rantai orang yang terpenjara.

3.  Kitab Injil 
Kitab  Injil  diwahyukan  oleh Allah Swt. kepada Nabi Isa as. Kitab  Injil  yang asli memuat keterangan-keterangan  yang benar dan nyata, yaitu  perintah-perintah Allah Swt. agar manusia  meng-esa-kan dan tidak menyekutukan-Nya  dengan suatu  apa  pun.  Ada pula  penjelasan, bahwa di dalam  Kitab  Injil  terdapat keterangan  bahwa di  akhir  zaman  akan lahir  nabi  yang  terakhir  dan  penutup  para nabi  dan rasul, yaitu  bernama  Ahmad atau Muhammad saw.  Kitab  Injil  diturunkan  kepada  Nabi Isa as. sebagai  petunjuk  dan cahaya  penerang  bagi manusia.  Kitab  Injil  sebagaimana dijelaskan  dalam  al-Qur’ān, bahwa Isa as. untuk mengajarkan tauhid kepada umatnya  atau  pengikutnya.  Tauhid di sini artinya  meng-esa-kan  Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Penjelasan ini tertulis dalam  Q.S.  al-Ḥadid  /57: 27.

Kitab  Injil  yang  sekarang memuat  tulisan  dan  catatan  perihal  kehidupan  atau  sejarah  hidupnya  Nabi  Isa as. Kitab ini ditulis menurut versi penulisnya, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yahya (Yohana). Mereka adalah bukan dari orang-orang yang dekat dengan masa hidupnya  Nabi Isa as. Sejarah mencatat  sebenarnya  masih  ada  lagi  Kitab  Injil versi Barnaba. Isi dari  Injil Barnaba  ini sangat berbeda  dengn isi Kitab  Injil  empat macam yang tersebut di atas.

4.  Kitab al-Qur’ān 
 Al-Qur’ān  diturunkan  Allah  Swt. kepada  Nabi  Muhammad  saw. melalui Malaikat  Jibril.  Al-Qur’ān  diturunkan  tidak sekaligus, melainkan  secara berangsurangsur. Waktu  turun  al-Qur’ān  selama kurang  lebih  23 tahun  atau  tepatnya    22 tahun  2 bulan  22 hari.  Terdiri atas  30 juz, 114 surat, 6.236 ayat, 74.437 kalimat,  dan 325.345 huruf. 

Wahyu pertama adalah surah  al-‘Alaq ayat  1-5, diturunkan  pada malam  17 Ramaḍan  tahun  610  M. di  Gua  Hira,  ketika Nabi  Muhammad saw. sedang ber-khalwat. Dengan diterimanya wahyu pertama ini, Nabi Muhammad  saw. diangkat sebagai Rasul,  yaitu  manusia  pilihan  Allah  Swt. yang  diberi  wahyu untuk  disampaikan kepada  umatnya. Mulai  saat itu,  Rasulullah  saw. diberi  tugas oleh  Allah  Swt. untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh umat manusia. Wahyu yang terakhir  turun adalah  Q.S.  al-Māidah  ayat  3.  Ayat tersebut  turun pada  tanggal  9  Ḍulhijjah  tahun  10 Hijriyah  di  Padang  Arafah,  ketika  itu   beliau sedang  menunaikan  haji  wada’ (haji  perpisahan).  Beberapa  hari  sesudah  menerima wahyu tersebut, Nabi Muhammad saw. wafat. 

Al-Qur’ān  yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. menghapus sebagian  syariat yang tertera  dalam  kitab-kitab  terdahulu dan melengkapinya dengan tuntunan  yang sesuai dengan perkembangan  zaman.  Al-Qur’ān  merupakan kitab suci terlengkap dan berlaku bagi semua umat manusia sampai akhir zaman. Oleh karena itu, sebagai  muslim,  kita  tidak  perlu meragukannya sama sekali. Firman  Allah  Swt.: Artinya:  “Kitab  (al-Qur’ān)  ini  tidak  ada  keraguan  padanya;  petunjuk  bagi mereka yang bertakwa.”  (Q.S.  al-Baqarah/2: 2)


5.  Nama-Nama Lain al-Qur’ān 
a.  Al-Hudā, artinya  al-Qur’ān  sebagai petunjuk seluruh umat manusia.
b.  Al-Furqān, artinya  al-Qur’ān  sebagai pembeda antara  yang baik dan buruk. 
c.  Asy-Syifā', artinya  al-Qur’ān  sebagai penawar (obat penenang hati). 
d.  Aż-Żikr, artinya  al-Qur’ān  sebagai peringatan adanya ancaman dan balasan. 
e.  Al-Kitāb, artinya  al-Qur’ānadalahfirmanAllahSwt.yangdibukukan.

6.  Isi al-Qur’ān 
a.  Aqidah  atau  keimanan. 
b.  'Ibādah,  baik 'ibādah  maḥḍah  maupun  gairu maḥḍah. 
c.  Akhlaq  seorang hamba kepada  Khāliq,  kepada sesama manusia dan alam sekitarnya. 
d.  Mu’āmalah,  yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia. 
e.  Qiṡṡah,  yaitu cerita  nabi dan rasul, orang-orang saleh, dan orang-orang yang ingkar. 
f. Semangat mengembangkan ilmu pengetahuan.

7.  Keistimewaan al-Qur’ān
a.  Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa 
b.  Sebagai  informasi  kepada setiap  umat  bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai  syariat  (aturan)  dan  caranya  masing-masing  dalam  menyembah Allah Swt. 
c.  Al-Qur’ān  sebagai kitab suci terakhir dan terjamin keasliannya. 
d.  Al-Qur’ān  tidak dapat tertandingi oleh ide-ide manusia yang ingin menyimpangkannya. 
e. Membaca dan mempelajari isi al-Qur’ān merupakan ibadah.

Bagi orang yang beriman kepada kitab-kitab  Allah Swt., ia akan melakukan perilaku mulia sebagai berikut. 
1.  Meyakini bahwa kitab-kitab suci sebelum  al-Qur’ān  datang dari  Allah Swt., tetapi  akhirnya  tidak  murni  lagi  sebab  dicampuradukkan  dengan  ide-ide manusia di zamannya. 
2.  Al-Qur’ān  sudah dijaga  kemurniannya  oleh  Allah  Swt. sampai  sekarang. Umat Islam juga sebagai penjaganya.  
3.  Menjadikan  al-Qur’ān  sebagai  petunjuk  dan pedoman  hidup, dan tidak  sekalikali berpedoman kepada selain  al-Qur’ān. 
4.  Berusaha untuk membaca  al-Qur’ān  dalam  segala kesempatan  di kala  suka maupun duka, kemudian belajar memahami arti dan isinya. 
5.  Berusaha untuk mengamalkan isi  al-Qur’ān  di dalam  kehidupan sehari-hari, baik di waktu sempit maupun di waktu lapang.
http://naningnine.blogspot.co.id/2015/12/materi-pai-kelas-xi-semester1-bab-1-4.html

AL-QUR'AN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP

By : FOSKI 0

- Copyright © Foski 2017 - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -