Recent Blog post
Hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi hujjah atau landasan mengenai keutamaan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"
Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab dan Muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan, telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul SAW menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).
Hadis Keutamaan Rajab
Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
Untuk puasa Rajab Pada Bulan Ini Jatuh Pada Hari Rabu, 29 Maret 2017
• Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah SAW memasuki bulan Rajab beliau berdoa:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).
• "Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."• Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya....."
• "Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut".
• Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."
• Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.
http://santriema.blogspot.co.id/2016/04/niat-puasa-sunnah-bulan-rajab-hari.htmlsumber : http://www.nu.or.id/post/read/76504/hukum-berpuasa-di-bulan-rajab
Hukum Puasa Rajab Dan Niat Puasa Rajab
Pengertian Bulan Rajab
Bulan Rajab merupakan bulan ketujuh. Bulan ini termasuk salah satu bulan haram (suci) dan/atau bulan yang dimuliakan. Karena merupakan bulan haram, maka tidak heran jika dikalangan masyarakat muslim banyak yang melakukan amal-amalan ketaatan di bulan ini, termasuk menunaikan puasa sunnah rajab.
Terdapat 4 (empat) bulan haram yang dikenal tradisi Islam, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satunya adalah bulan Rajab. Beberapa alasan kenapa bulan-bulan tersebut dinamakan bulan haram adalah :
- Pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
- Pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan itu. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan. (Lihat Zaadul Masiir, tafsir surat At Taubah ayat 36)
Keistimewaan Bulan Rajab
- Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
- Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah SAW memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).
- "Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."
- Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya....."
- "Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut".
- Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."
- Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.
- sumber :http://www.blogkhususdoa.com/2015/04/keistimewaan-bulan-rajab-dan-keutamaan-puasa-rajab.html
Keistimewaan Bulan Rajab
Pengertian Iman Kepada Kitab Allah
Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini
sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para nabi
atau rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada seluruh umat
manusia. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa ada 4 kitab Allah. Taurat diturunkan
kepada nabi Musa a.s, Zabur kepada nabi Daud a.s, Injil kepada nabi Isa a.s,
dan Al Qur’an kepada nabi Muhammad SAW. Al Qur’an sebagai kitab suci terakhir
memiliki keistimewaan yakni senantiasa terjaga keasliannya dari perubahan atau
pemalsuan sebagaimana firman Allah berikut.
Artinya : “Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al Qur’an dan Sesungguhnya Kami yang memeliharanya.” (Al Hijr [15]: 9)
A. Pengertian Kitab dan Suhuf
Kitab yaitu kumpulan wahyu Allah yang disampaikan kepada para rasul untuk diajarkan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Suhuf yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada rasul, tetapi masih berupa lembaran-lembaran yang terpisah.
Ada persamaan dan perbedaan antara kitab dan suhuf
Persamaan : Kitab dan suhuf sama-sama wahyu dari Allah.
Perbedaan :
1. Isi kitab lebih lengkap daripada isi suhuf
2. Kitab dibukukan sedangkan suhuf tidak dibukukan.
Allah menyatakan bahwa orang mukmin harus meyakini adanya kitab-kitab suci yang turun sebelum Al Qur’an seperti disebutkan dalam firman Allah berikut ini.
Kitab yaitu kumpulan wahyu Allah yang disampaikan kepada para rasul untuk diajarkan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Suhuf yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada rasul, tetapi masih berupa lembaran-lembaran yang terpisah.
Ada persamaan dan perbedaan antara kitab dan suhuf
Persamaan : Kitab dan suhuf sama-sama wahyu dari Allah.
Perbedaan :
1. Isi kitab lebih lengkap daripada isi suhuf
2. Kitab dibukukan sedangkan suhuf tidak dibukukan.
Allah menyatakan bahwa orang mukmin harus meyakini adanya kitab-kitab suci yang turun sebelum Al Qur’an seperti disebutkan dalam firman Allah berikut ini.
Selain menurunkan kitab suci, Allah juga menurunkan suhuf yang berupa
lembaran-lembaran yang telah diturunkan kepada para nabi seperti Nabi Ibrahim
a.s dan nabi Musa a.s. Firman Allah SWT .
Artinya : “(yaitu) suhuf-suhuf (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Ibrahim dan Musa” (QS. Al A’la [87]: 19)
Kitab-kitab Allah berfungsi untuk menuntun manusia dalam meyakini Allah SWT dan apa yang telah diturunkan kepada rasul-rasul-Nya sebagaimana digambarkan dalam firman Allah SWT berikut.
Artinya : “Katakanlah (hai orang-orang mukmin), kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya dan apa yang kami berikan kepada Musa dan Isa seperti apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan kami hanya patuh kepada-Nya.” (QS Al Baqarah [2]: 136)
Artinya : “(yaitu) suhuf-suhuf (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Ibrahim dan Musa” (QS. Al A’la [87]: 19)
Kitab-kitab Allah berfungsi untuk menuntun manusia dalam meyakini Allah SWT dan apa yang telah diturunkan kepada rasul-rasul-Nya sebagaimana digambarkan dalam firman Allah SWT berikut.
Artinya : “Katakanlah (hai orang-orang mukmin), kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya dan apa yang kami berikan kepada Musa dan Isa seperti apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan kami hanya patuh kepada-Nya.” (QS Al Baqarah [2]: 136)
B. Kitab-Kitab Allah
1. Kitab Taurat
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Musa as sebagai pedoman dan petunjuk bagi Bani Israel. Sesuai firman Allah swt yang artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku” (QS. Al-Isra’ [17]: 2)
Adapun isi kandungan kitab Taurat meliputi hal-hal berikut :
1. Kewajiban meyakini keesaan Allah
2. Larangan menyembah berhala
3. Larangan menyebut nama Allah dengan sia-sia
4. Supaya mensucikan hari sabtu (sabat)
5. Menghormati kedua orang tua
6. Larangan membunuh sesama manusia tanpa alasan yang benar
7. Larangan berbuat zina
8. Larangan mencuri
9. Larangan menjadi saksi palsu
10. Larangan mengambil hak orang lain
2. Kitab Zabur
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Daud as sebagai pedoman dan petunjuk bagi umatnya. Firman Allah
Artinya: “Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. Al-Isra’ [17]: 55)
Kitab Zabur (Mazmur) berisi kumpulan nyanyian dan pujian kepada Allah atas segala nikmat yang telah dikaruniakan-Nya. Selain itu berisi zikir, doa, nasihat, dan kata-kata hikmah. Menurut orang-orang Yahudi dan Nasrani, kitab Zabur sekarang ada pada Perjanjian Lama yang terdiri atas 150 pasal.
3. Kitab Injil
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Isa as sebagai petunjuk dan tuntunan bagi Bani Israel. Allah swt berfirman
Artinya: “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi Nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu: Taurat. dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah [5]: 46
Kitab Injil memuat beberapa ajaran pokok, antara lain:
a. Perintah agar kembali kepada tauhid yang murni
b. Ajaran yang menyempurnakan kitab Taurat
c. Ajaran agar hidup sederhana dan menjauhi sifat tamak (rakus)
d. Pembenaran terhadap kitab-kitab yang datang sebelumnya
4. Kitab al-Qur’an
Kitab suci al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk dijadikan petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia, bukan hanya untuk bangsa Arab. Sebagaimana firman Allah
Artinya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS. Al-Furqan [25]: 1)
Secara keseluruhan, isi al-Qur’an meliputi hal-hal berikut:
a. Pembahasan mengenai prinsip-prinsip akidah (keimanan)
b. Pembahasan yang mengangkat prinsip-prinsip ibadah
c. Pembahasan yang berkenaan dengan prinsip-prinsip syariat
Kedudukan-kedudukan al-Qur’an antara lain:
a. Sebagai wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
b. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw
c. Sebagai pedoman hidup manusia agar tercapai kebahagiaan di dunia dan akhirat
d. Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam
C. Fungsi dan Hikmah Iman Kepada Kitab Allah
1. Fungsi Iman kepada Kitab-kitab Allah
a. Untuk meningkatkan kualitas kehidupan pribadi
b. Untuk membangun kehidupan bermasyarakat
c. Untuk menjalin kerukunan dalam hidup berbangsa dan bernegara
2. Hikmah Iman kepada Kitab-kitab Allah
a. Meningkatkan keimanan kepada Allah swt yang telah mengutus para rasul untuk menyampaikan risalahnya.
b. Hidup manusia menjadi tertata karena adanya hukum yang bersumber pada kitab suci
c. Termotivasi untuk beribadah dan menjalankan kewajiban-kewajiban agama, seperti yang tertuang dalam kitab suci
d. Menumbuhkan sikap optimis karena telah dikaruniai pedoman hidup dari Allah untuk meraih kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat
e. Terjaga ketakwaannya dengan selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya
D. Penerapan Hikmah Iman terhadap Kitab-kitab Suci
1. Beriman kepada kitab-kitab sebelum al-Qur’an. Caranya adalah:
a. Meyakini kebenaran yang terkandung dalam kitab-kitab Allah
b. Meyakini bahwa kitab-kitab itu benar-benar wahyu Allah bukan karangan para nabi dan rasul
2. Beriman kepada al-Qur’an. Caranya adalah:
a. Meyakini bahwa al-Qur’an benar-benar wahyu Allah, bukan karangan Nabi Muhammad saw
b. Meyakini bahwa isi al-Qur’an dijamin kebenarannya, tanpa ada keraguan sedikit pun
c. Mempelajari, memahami, dan menghayati isi kandungan al-Qur’an
d. Mengamalkan ajaran al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari
1. Kitab Taurat
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Musa as sebagai pedoman dan petunjuk bagi Bani Israel. Sesuai firman Allah swt yang artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku” (QS. Al-Isra’ [17]: 2)
Adapun isi kandungan kitab Taurat meliputi hal-hal berikut :
1. Kewajiban meyakini keesaan Allah
2. Larangan menyembah berhala
3. Larangan menyebut nama Allah dengan sia-sia
4. Supaya mensucikan hari sabtu (sabat)
5. Menghormati kedua orang tua
6. Larangan membunuh sesama manusia tanpa alasan yang benar
7. Larangan berbuat zina
8. Larangan mencuri
9. Larangan menjadi saksi palsu
10. Larangan mengambil hak orang lain
2. Kitab Zabur
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Daud as sebagai pedoman dan petunjuk bagi umatnya. Firman Allah
Artinya: “Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. Al-Isra’ [17]: 55)
Kitab Zabur (Mazmur) berisi kumpulan nyanyian dan pujian kepada Allah atas segala nikmat yang telah dikaruniakan-Nya. Selain itu berisi zikir, doa, nasihat, dan kata-kata hikmah. Menurut orang-orang Yahudi dan Nasrani, kitab Zabur sekarang ada pada Perjanjian Lama yang terdiri atas 150 pasal.
3. Kitab Injil
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Isa as sebagai petunjuk dan tuntunan bagi Bani Israel. Allah swt berfirman
Artinya: “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi Nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu: Taurat. dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah [5]: 46
Kitab Injil memuat beberapa ajaran pokok, antara lain:
a. Perintah agar kembali kepada tauhid yang murni
b. Ajaran yang menyempurnakan kitab Taurat
c. Ajaran agar hidup sederhana dan menjauhi sifat tamak (rakus)
d. Pembenaran terhadap kitab-kitab yang datang sebelumnya
4. Kitab al-Qur’an
Kitab suci al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk dijadikan petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia, bukan hanya untuk bangsa Arab. Sebagaimana firman Allah
Artinya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS. Al-Furqan [25]: 1)
Secara keseluruhan, isi al-Qur’an meliputi hal-hal berikut:
a. Pembahasan mengenai prinsip-prinsip akidah (keimanan)
b. Pembahasan yang mengangkat prinsip-prinsip ibadah
c. Pembahasan yang berkenaan dengan prinsip-prinsip syariat
Kedudukan-kedudukan al-Qur’an antara lain:
a. Sebagai wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
b. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw
c. Sebagai pedoman hidup manusia agar tercapai kebahagiaan di dunia dan akhirat
d. Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam
C. Fungsi dan Hikmah Iman Kepada Kitab Allah
1. Fungsi Iman kepada Kitab-kitab Allah
a. Untuk meningkatkan kualitas kehidupan pribadi
b. Untuk membangun kehidupan bermasyarakat
c. Untuk menjalin kerukunan dalam hidup berbangsa dan bernegara
2. Hikmah Iman kepada Kitab-kitab Allah
a. Meningkatkan keimanan kepada Allah swt yang telah mengutus para rasul untuk menyampaikan risalahnya.
b. Hidup manusia menjadi tertata karena adanya hukum yang bersumber pada kitab suci
c. Termotivasi untuk beribadah dan menjalankan kewajiban-kewajiban agama, seperti yang tertuang dalam kitab suci
d. Menumbuhkan sikap optimis karena telah dikaruniai pedoman hidup dari Allah untuk meraih kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat
e. Terjaga ketakwaannya dengan selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya
D. Penerapan Hikmah Iman terhadap Kitab-kitab Suci
1. Beriman kepada kitab-kitab sebelum al-Qur’an. Caranya adalah:
a. Meyakini kebenaran yang terkandung dalam kitab-kitab Allah
b. Meyakini bahwa kitab-kitab itu benar-benar wahyu Allah bukan karangan para nabi dan rasul
2. Beriman kepada al-Qur’an. Caranya adalah:
a. Meyakini bahwa al-Qur’an benar-benar wahyu Allah, bukan karangan Nabi Muhammad saw
b. Meyakini bahwa isi al-Qur’an dijamin kebenarannya, tanpa ada keraguan sedikit pun
c. Mempelajari, memahami, dan menghayati isi kandungan al-Qur’an
d. Mengamalkan ajaran al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari
Iman Kepada Kitab-Kitab Allah
1. Pengertian al-Asmā’u al-¦usnā
Al-Asmā’u al-¦usnā
terdiri atas dua kata, yaitu asmā yang berarti namanama, dan ¥usna yang berarti
baik atau indah. Jadi, al-Asmā’u al-¦usnā dapat diartikan sebagai nama-nama
yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti
keagungan-Nya. Kata al-Asmā’u al-¦usnā diambil dari ayat al-Qur’ān Q.S.
°āhā/20:8. yang artinya, “Allah Swt. tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia
memiliki al-Asmā’u al-¦usnā (nama-nama baik)“.
2.
Dalil tentang al-Asmā’u al-¦usnā a.
Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-A’rāf/7:180
Artinya: “Dan Allah Swt. memiliki asmā’ul husna,
maka bermohonlah kepada-Nya dengan (menyebut) nama-nama-Nya yang baik itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam (menyebut) namanama-Nya. Nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. al
A’rāf/7:180)
Dalam ayat lain
dijelaskan bahwa al-Asmā’u al-¦usnā merupakan amalan yang bermanfaat dan
mempunyai nilai yang tak terhingga tingginya. Berdoa dengan menyebut al-Asmā’u
al-¦usnā sangat dianjurkan menurut ayat tersebut.
b. Hadis Rasulullah
saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. mempunyai sembilan puluh
sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang menghafalkannya, maka ia
akan masuk surga”. (H.R. Bukhari)
Al-Kar³m
Secara
bahasa, al-Kar³m mempunyai arti Yang Mahamulia, Yang Maha Dermawan atau Yang
Maha Pemurah. Secara istilah, al-Kar³m diartikan bahwa Allah Swt. Yang
Mahamulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau rezeki kepada semua
makhlukNya. Dapat pula dimaknai sebagai Zat yang sangat banyak memiliki
kebaikan, Maha Pemurah, Pemberi Nikmat dan keutamaan, baik ketika diminta
maupun tidak. Hal tersebut sesuai dengan firman Perhatikan firman Allah
Swt. berikut!
Artinya: “Hai manusia apakah yang telah memperdayakanmu terhadap Tuhan Yang Maha Pemurah?” (Q.S. al-Infi¯ār:6)
Al-Mu’m³n
secara bahasa berasal dari kata amina yang berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman. Allah Swt. al-Mu’m³n artinya Dia Maha Pemberi rasa aman kepada semua makhluk-Nya, terutama kepada manusia. Dengan begitu, hati manusia menjadi tenang. Kehidupan ini penuh dengan berbagai permasalahan, tantangan, dan cobaan. Jika bukan karena Allah Swt. yang memberikan rasa aman dalam hati, niscaya kita akan senantiasa gelisah, takut, dan cemas.
Perhatikan firman Allah Swt. berikut!
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.”
(Q.S. al-An’ām/6:82)
Al-Wak³l
Kata “al-Wak³l” mengandung arti Maha Mewakili atau Pemelihara. Al-Wak³l (Yang Maha Mewakili atau Pemelihara), yaitu Allah Swt. yang memelihara dan mengurusi segala kebutuhan makhluk-Nya, baik itu dalam urusan dunia maupun urusan akhirat. Dia menyelesaikan segala sesuatu yang diserahkan hambanya tanpa membiarkan apa pun terbengkalai. Firman-Nya dalam alQur’ān:
Artinya: “Allah Swt. pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu.” (Q.S. az-Zumar/39:62)
Al-Mat³n
artinya Mahakukuh. Allah Swt. adalah Maha sempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifat-Nya. Allah Swt. juga Mahakukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya. Oleh karena itu, sifat al-Matin adalah kehebatan perbuatan yang sangat kokoh dari kekuatan yang tidak ada taranya. Dengan begitu, kekukuhan Allah Swt. yang memiliki rahmat dan azab terbukti ketika Allah Swt. memberikan rahmat kepada hambahamba-Nya. Tidak ada apa pun yang dapat menghalangi rahmat ini untuk tiba kepada sasarannya. Demikian juga tidak ada kekuatan yang dapat mencegah pembalasan-Nya.
Seseorang yang menemukan kekuatan dan kekukuhan Allah Swt. akan membuatnya menjadi manusia yang tawakkal, memiliki kepercayaan dalam jiwanya dan tidak merasa rendah di hadapan manusia lain. Ia akan selalu merasa rendah di hadapan Allah Swt. Hanya Allah Swt. yang Maha Menilai. Oleh karena itu, Allah Swt. melarang manusia bersikap atau merasa lebih dari saudaranya. Karena hanya Allah Swt. yang Maha Mengetahui baik buruknya seorang hamba. Allah Swt. juga menganjurkan manusia bersabar. Karena Allah Swt. Mahatahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Kekuatan dan kekukuhan-Nya tidak terhingga dan tidak terbayangkan oleh manusia yang lemah dan tidak memiliki daya upaya. Jadi, karena kekukuhan-Nya, Allah Swt. tidak terkalahkan dan tidak tergoyahkan. Siapakah yang paling kuat dan kukuh selain Allah Swt? Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menundukkan Allah Swt. meskipun seluruh makhluk di bumi ini bekerja sama. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Sungguh Allah Swt., Dialah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.” (Q.S. aż-Żāriyāt/51:58)
Al-Jāmi’
secara bahasa artinya Yang Maha Mengumpulkan/Menghimpun, yaitu bahwa Allah Swt. Maha Mengumpulkan/Menghimpun segala sesuatu yang tersebar atau terserak. Allah Swt. Maha Mengumpulkan apa yang dikehendaki-Nya dan di mana pun Allah Swt. berkehendak.
Penghimpunan ini ada berbagai macam bentuknya, di antaranya adalah mengumpulkan seluruh makhluk yang beraneka ragam, termasuk manusia dan lain-lainnya, di permukaan bumi ini dan kemudian mengumpulkan mereka di padang mahsyar pada hari kiamat. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya”. Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyalahi janji.”(Q.S. Ali Imrān/3:9).
Al-‘Adl
artinya Mahaadil. Keadilan Allah Swt. bersifat mutlak, tidak dipengaruhi oleh apa pun dan oleh siapa pun. Keadilan Allah Swt. juga didasari dengan ilmu Allah Swt. yang MahaLuas. Sehingga tidak mungkin keputusanNya itu salah. Allah Swt. berfirman:
Artinya : “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al-Qur’ān, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimatNya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. alAn’ām/6:115).
Al-Ākhir
artinya Yang Mahaakhir yang tidak ada sesuatu pun setelah Allah Swt. Dia Mahakekal tatkala semua makhluk hancur, Mahakekal dengan kekekalan-Nya. Adapun kekekalan makhluk-Nya adalah kekekalan yang terbatas, seperti halnya kekekalan surga, neraka, dan apa yang ada di dalamnya. Surga adalah makhluk yang Allah Swt. ciptakan dengan ketentuan, kehendak, dan perintah-Nya. Nama ini disebutkan di dalam firman-Nya:
Artinya: “Dialah Yang Awal dan Akhir Yang ¨ahir dan Yang Batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu “. (Q.S. al-¦ad³d/57:3).
sumber : bukupendidikanagamaislamklssepuluh
Asma'ul Husna
A. Pentingnya Perilaku Jujur
Jujur memiliki arti kesesuaian antara apa yang diucapkan atau diperbuat dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, dikatakan dusta. Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk berlaku benar baik dalam perbuatan maupun ucapan,sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. at-Taubah/9: 119
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” (Q.S. at-Taubah/9: 119)
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan. Kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik.Ciri-ciri orang munafik adalah dusta,ingkar janji, dan khianat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut ini:
Ibnul Qayyim berkata, dasar iman adalah kejujuran (kebenaran), sedangkan dasar nifaq adalah kebohongan atau kedustaan. Tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah Swt. menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).
B. Keutamaan Perilaku Jujur
Kejujuran merupakan akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada kebajikan, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw.,
Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat.
Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.
Orang yang jujur akan dipermudah rezeki dan segala urusannya.
Kejujuran berbuah kepercayaan.
Jujur membuat hati kita tenang, sedangkan berbohong membat hati jadi was-was.
C. Macam-Macam Kejujuran
Menurut tempatnya, jujur itu ada beberapa macam, yaitu
1. Jujur dalam niat dan kehendak, yaitu motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam rangka menaati perintah Allah Swt. dan ingin mencapai riḍaNya. Jujur sesungguhnya berbeda dengan pura-pura jujur. Orang yang pura-pura jujur berarti tidak ikhlas dalam berbuat.
2. Jujur dalam ucapan, yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realitas yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang dibenarkan dengan ikhlas oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang yang bersengketa, dan semisalnya. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya, yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan.
3. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batiniah hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dan amal batin. Jujur dalam perbuatan ini jugaberartimelaksanakansuatupekerjaansesuaidenganyangdiriḍaiAllah Swt. dan melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas. Merealisasikan kejujuran, baik jujur dalam hati, jujur dalam perkataan, maupun jujur dalam perbuatan membutuhkan kesungguhan. Adakalanya kehendak untuk jujur itu lemah, adakalanya pula menjadi kuat.
D. Petaka Kebohongan
Kebohongan akan menghantarkan pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Ketika seseorang sudah berani menutupi kebenaran, bahkan menyelewengkan kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan kebohongan. Kebohongan yang dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang dikhianatinya itu.
E. Hikmah Perilaku Jujur
Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari perilaku jujur, antara lain sebagai berikut.
1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat kita menjadi tenang, tidak takut akan diketahui kebohongannya karena memang tidak berbohong.
2. Mendapatkan kemudahan dalam hidupnya.
3. Selamat dari azab dan bahaya.
4. Dijamin masuk surga.
5. Dicintai oleh Allah Swt. dan rasul-Nya.
Perilaku jujur bisa diterapkan dalam berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat di mana kita tinggal. Berikut ini cara menerapkan perilaku jujur.
1. Di sekolah, kita bisa meluruskan niat untuk menuntut ilmu, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh ibu bapak guru, tidak menyontek pekerjaan teman, melaksanakan piket sesuai jadwal, menaati peraturan yang berlaku di sekolah, berbicara secara benar baik kepada guru, teman ataupun orangorang yang ada di lingkungan sekolah.
2. Di rumah, kita bisa meluruskan niat untuk berbakti kepada orang tua, memberitakan hal yang benar. Contohnya saat meminta uang untuk kebutuhan suatu hal, tidak menutup-nutupi suatu masalah pada orang tua, tidak melebih-lebihkan sesuatu hanya untuk membuat orang tua senang.
3. Di masyarakat, kita bisa melakukan kejujuran dengan niat untuk membangun lingkungan yang baik, tenang, dan tenteram, tidak mengarang cerita yang membuat suasana di lingkungan tidak kondusif, tidak membuat gosip. Ketika diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang diamanahkan, harus dipenuhi dengan sungguh-sungguh, dan lain sebagainya.
sumber : http://naningnine.blogspot.co.id/2015/12/materi-pai-kelas-xi-semester1-bab-1-4.html
HIDUP NYAMAN DENGAN PERILAKU JUJUR
A. Pengertian Khutbah, Tablig, dan Dakwah
Makna khutbah, tablig, dan dakwah hampir sama, yaitu menyampaikan pesan kepada orang lain. Secara etimologi (lugawi/bahasa), makna ketiganya dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Khutbah
Khutbah berasal dari kata:
2. Tabligh
berasal dari kata:
yang berarti menyampaikan, memberitahukan dengan lisan. Menurut istilah, tablig adalah kegiatan menyampaikan ‘pesan’ Allah Swt. secara lisan kepada satu orang Islam atau lebih untuk diketahui dan diamalkan isinya. Misalnya, Rasulullah saw. memerintahkan kepada sahabat yang datang di majlisnya untuk menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak hadir. Dalam pelaksanaan tablig, seorang mubaligh (yang menyampaikan tablig) biasanya menyampaikan tablig-nya dengan gaya dan retorika yang menarik. Ada pula sekarang istilah tabl³g akbar, yaitu kegiatan menyampaikan “pesan” Allah Swt. dalam jumlah pendengar yang cukup banyak.
3. Dakwah
berasal dari kata:
yang berarti memanggil, menyeru, mengajak pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan mengajak orang lain, seseorang atau lebih ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan. Di sini dikenal adanya da’wah billisān dan da’wah bilhāl. Kegiatan bukan hanya ceramah, tetapi juga aksi sosial yang nyata. Misalnya, santunan anak yatim, sumbangan untuk membangun fasilitas umum, dan lain sebagainya.
B. Pentingnya Khutbah, Tablig, dan Dakwah
1. Pentingnya Khutbah
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa khutbah masuk pada aktivitas ibadah. Maka, khutbah tidak mungkin bisa ditinggalkan karena akan membatalkan rangkaian aktivitas ibadah. Contoh, apabila ṡalat Jumat tidak ada khutbahnya, ṡalat Jumat tidak sah. Apabila wukuf di Arafah tidak ada khutbahnya, wukufnya tidak sah. Sesungguhnya, khutbah merupakan kesempatan yang sangat besar untuk berdakwah dan membimbing manusia menuju ke-riḍa-an Allah Swt. Hal ini jika khutbah dimanfaatkan sebaik-baiknya, dengan menyampaikan materi yang dibutuhkan oleh hadirin menyangkut masalah kehidupannya, dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan. Khutbah memiliki kedudukan yang agung dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Seorang khathib harus memahami aqidah yang ṡaḥ³hah (benar) sehingga dia tidak sesat dan menyesatkan orang lain. Seorang khatib seharusnya memahami fiqih sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus. Seorang khatib harus memperhatikan keadaan masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan mendorong kepada ketaatan. Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang ṡālih, mengamalkan ilmunya, tidak melanggar larangan sehingga akan memberikan pengaruh kebaikan kepada para pendengar.
2. Pentingnya Tablig
Salah satu sifat wajib bagi rasul adalah tablig, yakni menyampaikan wahyu dari Allah Swt. kepada umatnya. Semasa Nabi Muhammad saw. masih hidup, seluruh waktunya dihabiskan untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Setelah Rasulullah saw. wafat, kebiasaan ini dilanjutkan oleh para sahabatnya, para tabi’in (pengikutnya sahabat), dan tabi’it-tabi’in (pengikut pengikutnya sahabat). Setelah mereka semuanya tiada, siapakah yang akan meneruskan kebiasaan menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang sesudahnya? Kita sebagai siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.
Banyak yang menyangka bahwa tugas tablig hanyalah tugas alim ulama saja. Hal itu tidak benar. Setiap orang yang mengetahui kemungkaran yang terjadi di hadapannya, ia wajib mencegahnya atau menghentikannya, baik dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut).
Seseorang tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu. Siapa pun yang melihat kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia mampu menghentikannya, ia wajib menghentikannya. Bagi yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya kepada yang lain, siapa pun mereka.
3. Pentingnya Dakwah
Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada yang menyebut berdakwah itu hukumnya farḍu kifayah (kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan farḍu ain. Meski begitu, Rasulullah saw. tetap selalu mengajarkan agar seorang muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik.
Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat dan mendapat riḍa dari Allah Swt. Nabi Muhammad saw. mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan.
Rasulullah saw. memulai dakwahnya kepada istri, keluarga, dan temanteman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah Kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia). Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat.
C. Ketentuan Khutbah, Tablig, dan Dakwah
1. Ketentuan Khutbah
a. Syarat khatib
1) Islam
2) Ballig
3) Berakal sehat
4) Mengetahui ilmu agama
b. Syarat dua khutbah
1) Khutbah dilaksanakan sesudah masuk waktu dhuhur
2) Khatib duduk di antara dua khutbah
3) Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas
4) Tertib
c. Rukun khutbah
1) Membaca hamdallah
2) Membaca syahadatain
3) Membaca shalawat
4) Berwasiat taqwa
5) Membaca ayat al-Qur’ān pada salah satu khutbah
6) Berdoa pada khutbah kedua
d. Sunah khutbah
1) Khatib berdiri ketika khutbah
2) Mengawali khutbah dengan memberi salam
3) Khutbah hendaknya jelas, mudah dipahami, tidak terlalu panjang
4) Khatib menghadap jamaah ketika khutbah
5) Menertibkan rukun khutbah
6) Membaca surat al-Ikhlās ketika duduk di antara dua khutbah
Keterangan:
a. Pada prinsipnya ketentuan dan tata cara khutbah, baik ṡalat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, ṡalat khusuf, dan ṡalat khusuf sama. Perbedaannya terletak pada waktu pelaksanaannya, yaitu dilaksanakan setelah ṡalat dan diawali dengan takbir.
b. Khutbah wukuf adalah khutbah yang dilaksanakan pada saat wukuf di Arafah. Khutbah wukuf salah satu rukun wukuf setelah melaksanakan ṡalat zuhur dan ashar di-qaṡar. Khutbah wukuf hampir sama dengan khutbah Jumat. Perbedaannya terletak pada waktu pelaksanaan, yakni dilaksanakan ketika wukuf di Arafah.
2. Ketentuan Tablig
a. Syarat muballig
1) Islam,
2) Ballig,
3) Berakal,
4) Mendalami ajaran Islam.
b. Etika dalam menyampaikan tabligh
1) Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak.
2) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
3) Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.
4) Materi dakwah yang disampaikan harus mempunyai dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya.
5) Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar, sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para pendengarnya atau penerimanya.
6) Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang lain.
3. Ketentuan Dakwah
Orang yang melaksanakan dakwah disebut da’i. Ada dua cara berdakwah, yaitu dengan lisan (da’wah billisān) dan dengan perbuatan (da’wah bilhāl).
a. Syarat da’i
1) Islam,
2) Ballig,
3) Berakal,
4) Mendalami ajaran Islam.
b. Etika dalam berdakwah:
1) Dakwah dilaksanakan dengan hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan sikap yang bijaksana.
2) Dakwah dilakukan dengan mauiẓatul hasanah atau nasihat yang baik, yaitu cara persuasif (tanpa kekerasan) dan edukatif (memberikan pengajaran).
3) Dakwah dilaksanakan dengan memberi contoh yang baik (uswatun hasanah).
4) Dakwah dilakukan dengan mujādalah, yaitu diskusi atau tukar pikiran yang berjalan secara dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain.
Kita sebagai umat Islam harus bisa mengaplikasikan nilai-nilai khutbah, tablig, dan dakwah di mana saja berada. Cara untuk mewujudkan perilaku-perilaku tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Ketika melaksanakan ṡalat Jumat, hendaklah mengamati dan menyimak khutbah yang disampaikan khātib. Bagaimana etikanya, bacaan-bacaan yang dibacanya, serta urutannya. Dengan memperhatikan khatib secara utuh diharapkan suatu saat nanti bisa tampil sebagai khatib pada waktu ṡalat Jumat.
2. Ketika melihat kemungkaran di sekitar kita (contohnya pacaran, mencuri, tawuran, menyontek, dan lain sebagainya), kita harus mencegahnya dengan memberikan alasan yang logis, baik atas dasar agama maupun sosial dan yang lainnya. Cara mencegahnya dengan tangan (kekuasaan), apabila tidak mampu, dengan lisan; apabila tidak mampu cukup dalam hati saja bahwa kita tidak ikut berbuat yang dilarang.
3. Ketika melihat sesuatu yang baik (baik menurut agama maupun masyarakat), mencontohlah. Dimulai dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan dari sekarang. Tidak boleh ditunda-tunda.
4. Melibatkan diri secara aktif pada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti: peringatan hari besar Islam (Maūlid Nabi Muhammad saw., Isrā’ Mi’rāj, Nuzulul Qur’ān, dan lain-lain) baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
5. Memprakarsai kegiatan dakwah Islam di sekolah, remaja masjid, karang taruna, dakwah kampus, dan lain sebagainya.
\
Dalam berdakwah minimal ada dua cara, yaitu dakwah dengan lisan (da’wah billisān) dan dakwah dengan perbuatan (da’wah bilhāl). Dakwah billisan artinya dakwah yang dilakukan dengan berkata-kata, ceramah, tabl³g akbar, dan sebagainya. Dakwah bilhal artinya dakwah yang dilakukan dengan berbuat, seperti menyantuni fakir miskin, yatim piatu, menyumbang untuk fasilitas sosial, dan sebagainya.
sumber :
Resume Buku PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI Kelas XI